The Cosmopolitans

Lelaki itu baru saja mengejang kaku dan melenguh panjang bagai meregang nyawa di atas tubuhku, lalu layu. Untuk ketiga kalinya. Dinginnya AC tidak mampu mengeringkan peluh dari tubuh telanjang kami yang menyatu di atas seprai berantakan penutup spring bed berukuran raksasa. Kupeluk dan kuraba kumpulan otot liat pada punggungnya dan kubelai ikal rambut di kepalanya yang rebah di bahuku. Nafasnya memburu, terasa panas dan liar di leher. Kedua ujung bibirku menaik sinis. Hanya selintas, sementara mataku menatap nyalang pada langit-langit putih kamar hotel berbintang yang kami tempati dari dua jam lalu.

“Terima kasih, Sayang. That was great,” bisiknya sambil memain-mainkan cuping telingaku dengan bibirnya yang hangat dan basah.

Anytime, Baby. Kamu juga hebat.”

Lagi-lagi kebohongan.

Dia berguling dari tubuhku dan matanya mencari sepasang binar kepuasan di mataku. Damn! Untung saja aku belajar teater. Tidak perlu kontraksi otot genital tiga detik untuk membuatku mengerang menggelinjang bagai betina birahi. Dia tidak pernah tahu bahwa apa yang kurasa hanya getir dan sakit di bawah sana. Seperti terentang, menegang tanpa akhir, teraduk-aduk bersama rasa malu dan perih yang bercampur jadi satu gelombang besar, menghantam keras hingga mematikan semua inderaku. Tidak ada yang bisa meredamnya, bahkan dengan lubrikan berember-ember sekalipun. Demi bergepok-gepok rupiah yang dapat kubelanjakan sesukaku. Namun aku menikmati sensasi penguasaan dimana dia akan pasrah dan menuruti semua kehendakku ketika syahwatnya sudah naik ke ubun-ubun. Disini, aku yang pegang kendali. Aku yang memutuskan apakah aku ingin pergelanganku terikat tali atau syal. Aku yang memberinya ide apakah harus dicambuki atau ditetesi lilin panas yang akan leleh pada kulit terdalam. Aku yang akan menggoda, tersenyum dan melirik nakal ketika dia memasang tali kulit di leherku dengan kepatuhan seorang budak. Dia mungkin punya wewenang mengubah yang hitam jadi merah di sebuah kantor megah berlantai tiga puluh lima, tetapi di tangan dan pikiranku kepuasannya terdapat. Andai dia tahu. Betapa akan terluka kelelakiannya.

Lelaki mengkal itu bangun dan duduk di pinggir tempat tidur. Dilepasnya tali kulit yang mengikat erat persendian antara tumit dan tungkaiku. Pecut pendek berumbai dan anal bead yang tadi sempat kami gunakan dia lemparkan ke lantai bergabung bersama serakan peralatan lain. Semuanya koleksi, hasil jalan-jalannya ke tempat di mana urusan selangkang jadi komoditi layaknya sembako disini. Matanya tak lepas dari wajahku. Kutantang pandangannya dengan sesungging senyum seraya tanganku meraih rokok dan korek di meja samping ranjang.

“Kamu tambah seksi berkeringat seperti itu. Bersinar. Itu yang selalu bikin aku kangen kamu,” ujarnya.
Tangannya merambati pergelangan kakiku yang masih membekas merah bekas ikatan dan naik hingga ke lutut sementara aku hanya bersandar sambil menghisap rokok dengan nikmat.

“Sudah sana mandi. Gantian,” kataku sambil menjumput jemari nakalnya dan kuletakkan di samping paha.

“Bareng dong, Hon.”

“Nanti kususul setelah ini,” jawabku sambil mengacungkan rokok yang baru saja kubakar.

Dia beranjak. Kunikmati tubuhnya yang kecoklatan, sepasang bokong kencang dan kaki berotot. Perlu kerja keras membentuk lekuk Adonis seperti itu mengingat usianya sudah separuh baya. Lalu dia menoleh.

Promise, you’ll join me,” pintanya di ambang pintu geser dari kaca tebal.

Aku bangkit, mengambil handuk putih besar yang tersampir di sofa dan kulempar ke arahnya sambil meleletkan lidah. Dia hanya tertawa dan masuk kamar mandi tanpa menutup pintu.

Aku kembali bersandar pada kepala tempat tidur, meraih ponsel, memijit-mijit angka dan huruf beberapa detik setelah terdengar suara shower dinyalakan.

Kmu g usah servis dia mlm ini.3x KO tdi.Aku krmhmu besok jm11 stelah ujian kalkulus.Anak2 ungsikn k Dufan.Sweet dream,sleep tite.
Message sent to: Shita
+62818768xxx

Beberapa menit kemudian ponsel yang ada di tangan dan masih kupandangi itu bergetar. 2 New Messages.

Thx.Maaf merepotkan.Kmu psti sbal bgini trus,tpi aku g thn diikat&dsiksa saat dia pngn ML.Aku capek,sweety.But I luv U so much.We hafta tell hm bout us.ASAP!Aku cmburu mbayangin dia menytubuhimu.Aku yg lbh berhak,bkn dia!Dia cma laki2pnebar bnih dtubuhku.I WANT UR YOUNG FLESH!

Kumatikan ponsel dan kuletakkan kembali di atas meja dekat asbak dan rokokku. Perempuan. Selalu saja begitu. Kuhisap batang nikotin yang terjepit pada jari tengah dan telunjukku, lama dan dalam. Dingin mentol kembali memenuhi rongga mulut ketika akhirnya asap tipis mengalir keluar dari bibirku yang setengah terbuka.

Beberapa saat kemudian kuhunjam rokok yang baru setengah terbakar pada asbak dan kupaksa pantatku bergerak dari ranjang mendekati suara gemericik air dan sesayup suaranya bersenandung di bawah pancuran. Dia selalu seperti itu sehabis bercinta, menyanyi dengan suara bariton yang menggema hingga ke dalam rongga kepalaku. Nyaman mendengarnya.

Ready or not, Big Guy. Here I come.

Seketika setengah tubuhnya muncul dari balik kamar mandi. Seulas senyum nakal mampir di wajahnya.
Please do, My Boy. It’s a pleasure…


About this entry